Kamis, 04 Maret 2010

Industri Pasar Modal di Indonesia



Sejarah Perkembangan Pasar Modal Indonesia

Era sebelum Tahun 1976
Kegiatan jual-beli saham dan Obligasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada Abad ke-19,
yaitu dengan berdirinya cabang bursa efek Vereniging Voor de Effectenhandel di Batavia pada
tanggal 14 Desember 1912. Kegiatan usaha bursa pada saat itu adalah memperdagangkan
saham dan obligasi perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia,
Obligasi Pemerintah Kotapraja dan sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang
diterbitkan oleh Kantor Administrasi di Belanda. Selain cabang di Batavia, selanjutnya diikuti
dengan pembukaan cabang Semarang dan Surabaya. Sejak terjadi perang dunia ke-2,
Pemerintah Hindia Belanda menutup ketiga bursa tersebut pada tanggal 17 Mei 1940 dan
mengharuskan semua efek disimpan pada bank yang telah ditunjuk.
Pasar modal di Indonesia mulai aktif kembali pada saat Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan obligasi pemerintah dan mendirikan bursa efek di Jakarta, yaitu pada tanggal 31
Juni 1952. Keadaan ekonomi dan politik yang sedang bergejolak pada saat itu telah
menyebabkan perkembangan bursa berjalan sangat lambat yang diindikasikan oleh rendahnya
nilai nominal saham dan obligasi, sehingga tidak menarik bagi investor.
Pra-Deregulasi (1976 - 1987)
Presiden melalui Keppres RI No. 52 mengaktifkan kembali pasar modal yang kemudian disusul
dengan go publiknya beberapa perusahaan. Sampai dengan tahun 1983, telah tercatat 26
perusahaan yang telah go publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp 285,50 miliar. Aktifitas
go publik dan kegiatan perdagangan saham di pasar modal pada saat itu masih berjalan sangat
lambat, walaupun pemerintah telah memberikan beberapa upaya kemudahan antara lain berupa
fasilitas perpajakan untuk merangsang kegiatan di bursa efek. Beberapa hal berikut ini
merupakan faktor penyebab kurang bergairahnya aktifitas pasar modal:
- Ketentuan laba minimal sebesar 10% dari modal sendiri sebagai syarat go publik adalah
sangat memberatkan emiten;
- Investor asing tidak diijinkan melakukan transaksi dan memiliki saham di bursa efek;
- Batas maksimal fluktuasi harga saham sebesar 4% per hari;
- Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang
ditempatkan dan disetor penuh di bursa efek.
Era Deregulasi (1987 - 1990)
Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa paket deregulasi untuk merangsang seluruh
sektor dalam perekonomian termasuk aktifitas di pasar modal, antara lain sebagai berikut:
- Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (atau dikenal dengan PAKDES '87), yang antara lain
berisi tentang penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, penghapusan
biaya pendaftaran emisi efek yang ditetapkan oleh Bapepam, kesempatan bagi pemodal asing
untuk membeli efek maksimal 49% dari nilai emisi, penghapusan batasan fluktuasi harga
saham di bursa efek dan memperkenalkan adanya bursa paralel;
- Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (atau dikenal dengan PAKTO '88), yang antara lain berisi
tentang ketentuan legal lending limit dan pengenaan pajak atas bunga deposito yang
berdampak positip terhadap perkembangan pasar modal;
- Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (atau dikenal dengan PAKDES '88) di mana pemerintah
memberikan peluang kepada swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah mampu meningkatkan aktivitas pasar modal
sehingga pada akhir tahun 1990 telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik dengan dana
yang terhimpun sebesar Rp 16,29 triliun.
Masa Konsolidasi (1991 - sekarang)
Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat. Kegiatan